Masyarakat dusun Sewon Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta sejak dahulu secara turun temurun merupakan pengrajin parut. Parut
merupakan alt rumah tangga yang berfungsi untuk memarut kelapa. Dari
parutan kelapa akan menghasilkan santan yang digunakan untuk memasak
berbagai macam sayur bersantan.Parut terbuat dari bahan kayu pohon melinjo (jawa: kayu so) dan kawat dari bekas rem sepeda. Kayu melinjo dipilih sebagai bahannya karena kayu tersebut lebih awet dan kawat dapat kuat menancap di kayu. Dalam
membuat parut pada dasarnya dapat dibagi menjadi 5 pekerjaan utama,
yaitu mencari kayu, mencari kawat, menghaluskan kayu (lamparan), membuat
parut dan menjual parut. Masing-masing pekerjaan dikerjakan oleh orang
yang berbeda-beda. Khusus yang membuat parut biasanya dikerjakan oleh
ibu-ibu rumah tangga. Dengan adanya spesialisasi pekerjaan tersebut, di
dusun kami hampir tidak ada yang menganggur. Walaupun hasilnya relatif
kecil namun dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Adapun urut-uratan membuat parut adalah:
1. Pekerjaan penyediaan kayu.
Kayu melinjo ditebang,
kemudian dipotong-potong melintang dengan panjang kurang lebih 35 cm.
Setelah dipotong-potong kemudian dibelah-belah selebar kurang-lebih 15
cm yang disebut “lamparan” dan siap dijual dengan harga rata-rata Rp.
1.000,00.
2. Pekerjaan menghaluskan “lamparan”.
Kayu
“lamparan” yang sudah dibeli kemudian diantarkan ke bagian tukang
menghaluskan “lamparan”. “Lamparan” pada kedua permukaannya dihaluskan
dengan menggunakan alat pasah dan sisi-sisinya dirapikan dengan
menggunakan“pethel”. Upah menghaluskan setiap “lamparan” rata-rata Rp.
500,00.
3. Pekerjaan membuat parut
Tukang pembuat parut setelah “lamparan”
sudah dihaluskan adalah membeli kawat dengan harga Rp. 40.000,00 per
kilo gramnya. Rata-rata satu parut membutuhkan kawat 0,5 ons kawat. Alat
untuk membuat parut selain dengan bahan kayu yang sudah jadi dan
kawat, adalah alat pemukul (pukul) untuk memukul kawat, tang (supit)
untuk memotong kawat dan meja (dingklik) untuk alas kayu. Kawat sebelum digunakan dibakar lebih dahulu kurang lebih 5 menit agar mudah dipotong. Adapun caranya adalah:Kayu
diletakkan di atas dingklik. Tangan kanan memegang alat pemukul dan
kawat, dan untuk tangan kiri memegang “supit”. Kawat dipotong
menggunakan “supit” dan diletakkan pada kayu yang dimulai kurang lebih 3
cm dari sisi kanan, kemudian dipukul, demikian seterusnya sampai
membentuk kolom-kolom yang sejajar dengan jarak kurang lebih 0,5 cm dan
untuk mengakhiri, kayu disisakan kurang lebih 3 cm juga. Waktu
pembuatan parut membutuhkan waktu rata-rata 2 jam setiap parutnya.
Parut yang sudah jadi kemudian dijual pada orang yang bias membeli
parut. Harga parut tergantung pada besar kecilnya parut dan rata-rata
harganya Rp. 5.000,00. Dari pengeluaran untuk mengadakan bahan tersebut
maka keuntungan yang didapat dalam membuat parut dapat dihitung setiap
parutnya adalah sebagai berikut:
Beli lamparan : Rp. 1.000,00
Menghaluskan lamparan: Rp. 500,00
Beli kawat : Rp. 2.000,00 +
Jumlah : Rp. 3.500,00
Keuntungan Rp. 5.000,00 – Rp. 3.500,00 = Rp. 1.500,00
Jadi setiap satu hari apabila mendapat 5 parut maka keuntungan yang diperoleh adalah Rp. 7.500,00.
Sampai
saat parut masih tetap laku dan dibutuhkan orang, terutama masyarakat
pedesaan yang sering masak sayur memakai santan. Mesin penggiling
kelapa memang sudah lama ada tetapi orang harus pergi ke pasar dan bila
untuk kebutuhan masak sehari-hari tidak efektif apabila harus ke
pasar.